Jumat, 17 Maret 2017

Cerita Rakyat : Asal Mula Danau Tolire

cerita rakyat atau legenda  adalah cerita yang berasal dari rakyat yang diyakini pernah terjadi dan kadang kala bersifat mistis karena di dalam cerita tersebut terdapat unsur kesaktian, keajaiban, dan keistimewaan dari tokohnya. Cerita rakyat biasanya berasal dari zaman dahulu yang diceritakan secara turun-temurun sehingga masih dipercaya oleh masyarakat hingga sekarang. Cerita rakyat ini merupakan salah satu budaya bangsa yang perlu dilestarikan karena banyak mengandung nilai-nilai budi dan moral, dimana setiap suku atau daerah yang ada di Indonesia ini pasti memiliki cerita rakyat yang berbeda-beda.  Berikut  adalah salah satu contoh cerita rakyat yang berasal dari tanah kelahiran saya yaitu cerita rakyat dari Ternate, Maluku Utara. Cerita ini menceritakan tentang asal mula danau Tolire, dimana terdapat 2 danau yaitu danau Tolire Besar (Lamo) dan danau Tolire Kecil (Ici). Kedua danau ini bukan terbentuk sendiri seperti danau pada umumnya. Namun di balik itu ada cerita yang dipercaya oleh masyarakat setempat sebagai asal mula terbentuknya danau tolire. Berikut ceritanya :

ASAL MULA DANAU TOLIRE

                Danau tolire dulunya adalah sebuah kampung atau desa yang penduduknya hidup damai dan sejahtera. Seperti desa pada umumnya, desa tolire juga memiliki kepala desa yang sangat dihormati oleh masyarakatnya. Pada suatu hari, masyarakat di desa tersebut akan mengadakan sebuah pesta dan kepala desa diundang sebagai tamu. Semua persiapan sudah dipersiapkan, hidangan pun tak lupa disiapkan. Pesta tersebut masih berlanjut sampai pada malam hari, disana para lelaki sedang mabuk-mabuknya, begitu juga dengan kepala desa, beliau juga sudah sangat mabuk. Saat pesta usai, kepala desa yang sudah sangat mabuk ini masuk ke rumah lalu berhubungan intim dengan anak kandungnya sendiri. Mungkin karena sudah kehilangan kesadarannya sehingga beliau tidak tau kalau yang dilakukannya itu adalah dosa yang sangat besar.

                Ketika subuh tiba, terdengar kokok ayam “kukuruyuuuk” sebanyak tiga kali. Ternyata kokok itu adalah pertanda bahwa akan terjadi sebuah bencana. Namun, masyarakat sekitar tidak menghiraukannya karena mereka tidak mengerti maksud dari kokok tersebut. Hanya ada seorang nenek yang kebetulan sudah bangun untuk menunaikan sholat subuh yang menyadarinya. Nenek tersebut lalu berteriak untuk membangunkan orang-orang agar pergi dari situ, nenek tersebut berteriak sambil mengatakan “TOLIRE GAM JAHA” yang artinya tolire akan tenggelam. Tapi tak ada satupun yang percaya dengan nenek tersebut.

                Tiba-tiba dari samping rumah kepala desa mendadak keluar air yang sangat banyak. Kepala desa terbangun dan panik begitu juga warga yang mengetahuinya pun sangat panik. Air yang keluar sekaligus itu membuat para warga dan kepala desa berlari ke tempat yang lebih tinggi. Namun sayang, dengan kehendak tuhan, air yang meluap tersebut telah menenggelamkan desa beserta masyarakatnya dan juga kepala desa. Anak kepala desa yang sudah berlari duluan tiba di tepi pantai, ternyata tanah yang diinjaknya juga keluar air yang sangat banyak sehingga seketika itu juga tempat yang diinjak anak itu langsung tenggelam beserta dirinya. Danau tempat kepala desa dan masyarakatnya sekarang ini disebut dengan danau Tolire Besar (Lamo)  yang konon terdapat buaya putih yang merupakan penjaga danau tersebut. Dan danau tempat anaknya itu dinamakan danau Tolire Kecil (Ici)  yang mana letaknya berada di dekat pantai.




                Dari cerita di atas, nilai moral yang dapat kita petik adalah apapun yang dilakukan pasti akan mendapat balasannya, apalagi yang dilakukan adalah dosa yang sangat besar, bisa saja Allah murka dengan apa yang dilakukan sehingga seketika itu juga bencana bisa saja menimpa. Mabuk-mabukan dan berhubungan intim dengan anak kandung walaupun secara tidak sengaja merupakan perbuatan yang sangat berdosa. Sehingga tidak heran jika Allah langsung memberi bencana berupa menenggelamkan desa tersebut beserta kepala desa dengan anaknya yang telah melakukan hal yang tidak senonoh.



Daftar Pustaka

Piris,W dkk. 2000. Sastra lisan ternate : analisis struktur dan nilai budaya. Jakarta: pusat bahasa DEPDIKNAS



Tidak ada komentar:

Posting Komentar